Manajemen Perdamaian dan Konflik di Masyarakat Tradisional Yoruba

Abstrak:

Manajemen perdamaian lebih penting daripada resolusi konflik. Memang benar, jika perdamaian dikelola secara efektif, maka tidak akan ada konflik yang perlu diselesaikan. Mengingat bahwa konflik merupakan bagian yang ada di mana-mana dan tidak bisa dihindari dalam kehidupan manusia, makalah ini membatasi tesisnya pada pentingnya perdamaian dan pengelolaan konflik (PCM) dalam masyarakat manusia, dengan menggunakan model masyarakat tradisional Yoruba. Analisis komparatif PCM dalam masyarakat Yoruba pada masa tradisional dan modern menunjukkan adanya perubahan radikal dari kerangka PCM masyarakat adat yang telah menjauhkan permusuhan dan menjamin hidup berdampingan secara damai. Mengandalkan metode pengumpulan dan analisis data kualitatif, berdasarkan bahan-bahan sekunder yang masih ada, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi secara sistematis warisan kuat sistem yurisprudensi tradisional (TSJ) di Yorubaland, seperti kerangka spirito-ekstra-yuridis, penggunaan penyamaran, administrasi ramuan sasswood, metode “sapu dan kunci”, dan penggunaan peribahasa hukum. Temuan penelitian ini menegaskan bahwa masuknya ideologi asing dan diperkenalkannya model yurisprudensi kolonialisme barat ke dalam wilayah Afrika (dan Yoruba), yang memperkenalkan metode-metode asing seperti litigasi, merupakan sebuah interupsi kasar terhadap etos peradilan yang ada. Oleh karena itu, litigasi sama sekali tidak bersifat Afrika, mengingat sistem kepercayaan Yoruba yang berbunyi “Tidak ada kontinum persahabatan setelah litigasi.” Kesimpulannya, kebangkitan kembali upaya penyelesaian sengketa alternatif (ADR) baru-baru ini hanya menggemakan seruan untuk kembali ke TSJ Yoruba dengan serangkaian mekanisme masyarakat adat yang sudah lama dilembagakan dengan hati-hati dan dijaga ketat demi PCM yang efektif. Oleh karena itu, kami merekomendasikan pengembalian ke penyelesaian di luar pengadilan, yang disebut ADR.

Baca atau unduh makalah lengkap:

Aboyeji, Adeniyi Justus (2019). Manajemen Perdamaian dan Konflik dalam Masyarakat Tradisional Yoruba

Jurnal Hidup Bersama, 6 (1), hlm. 201-224, 2019, ISSN: 2373-6615 (Cetak); 2373-6631 (Dalam Talian).

@Artikel{Aboyeji2019
Judul = {Perdamaian dan Manajemen Konflik dalam Masyarakat Tradisional Yoruba }
Pengarang = {Adeniyi Justus Aboyeji}
Url = {https://icermediation.org/conflict-management-in-traditional-yoruba-society/}
ISSN = {2373-6615 (Cetak); 2373-6631 (Online)}
Tahun = {2019}
Tanggal = {2019-12-18}
Jurnal = {Jurnal Hidup Bersama}
Volumenya = {6}
Angka = {1}
Halaman = {201-224 }
Publisher = {Pusat Mediasi Etno-Agama Internasional}
Alamat = {Gunung Vernon, New York}
Edisi = {2019}.

Share

Artikel terkait

Agama di Igboland: Diversifikasi, Relevansi, dan Kepemilikan

Agama merupakan salah satu fenomena sosio-ekonomi yang mempunyai dampak yang tidak dapat disangkal terhadap umat manusia di mana pun di dunia. Meskipun terlihat sakral, agama tidak hanya penting untuk memahami keberadaan penduduk asli tetapi juga memiliki relevansi kebijakan dalam konteks antaretnis dan pembangunan. Bukti sejarah dan etnografis mengenai berbagai manifestasi dan nomenklatur fenomena agama berlimpah. Bangsa Igbo di Nigeria Selatan, di kedua sisi Sungai Niger, adalah salah satu kelompok budaya kewirausahaan kulit hitam terbesar di Afrika, dengan semangat keagamaan yang jelas yang berimplikasi pada pembangunan berkelanjutan dan interaksi antaretnis dalam batas-batas tradisionalnya. Namun lanskap keagamaan di Igboland terus berubah. Hingga tahun 1840, agama dominan masyarakat Igbo adalah agama asli atau tradisional. Kurang dari dua dekade kemudian, ketika aktivitas misionaris Kristen dimulai di wilayah tersebut, sebuah kekuatan baru muncul yang pada akhirnya akan mengubah lanskap keagamaan masyarakat adat di wilayah tersebut. Kekristenan tumbuh mengerdilkan dominasi agama Kristen. Sebelum seratus tahun agama Kristen di Igboland, Islam dan agama lain yang kurang hegemonik muncul untuk bersaing dengan agama asli Igbo dan Kristen. Makalah ini menelusuri diversifikasi agama dan relevansi fungsinya terhadap pembangunan harmonis di Igboland. Ini mengambil data dari karya yang diterbitkan, wawancara, dan artefak. Argumennya adalah ketika agama-agama baru bermunculan, lanskap keagamaan Igbo akan terus melakukan diversifikasi dan/atau beradaptasi, baik untuk inklusivitas atau eksklusivitas di antara agama-agama yang ada dan yang baru muncul, demi kelangsungan hidup Igbo.

Share

Membangun Komunitas yang Tangguh: Mekanisme Akuntabilitas yang Berfokus pada Anak untuk Komunitas Yazidi Pasca-Genosida (2014)

Studi ini berfokus pada dua cara untuk menerapkan mekanisme akuntabilitas di era komunitas Yazidi pasca-genosida: yudisial dan non-yudisial. Keadilan transisi adalah peluang unik pasca krisis untuk mendukung transisi suatu komunitas dan menumbuhkan rasa ketahanan dan harapan melalui dukungan multidimensi yang strategis. Tidak ada pendekatan yang 'satu ukuran untuk semua' dalam proses-proses ini, dan makalah ini mempertimbangkan berbagai faktor penting dalam membangun landasan bagi pendekatan yang efektif untuk tidak hanya menahan anggota Negara Islam Irak dan Syam (ISIS). bertanggung jawab atas kejahatan mereka terhadap kemanusiaan, namun juga memberdayakan anggota Yazidi, khususnya anak-anak, untuk mendapatkan kembali rasa otonomi dan keamanan. Dalam melakukan hal ini, para peneliti menjabarkan standar-standar internasional mengenai kewajiban hak asasi anak-anak, dengan menetapkan standar-standar mana yang relevan dalam konteks Irak dan Kurdi. Kemudian, dengan menganalisis pembelajaran dari studi kasus dengan skenario serupa di Sierra Leone dan Liberia, penelitian ini merekomendasikan mekanisme akuntabilitas interdisipliner yang berpusat pada mendorong partisipasi dan perlindungan anak dalam konteks Yazidi. Terdapat jalur khusus yang dapat dan harus digunakan oleh anak-anak untuk berpartisipasi. Wawancara di Kurdistan Irak dengan tujuh anak yang selamat dari penawanan ISIS memungkinkan adanya penjelasan langsung mengenai kesenjangan yang ada saat ini dalam memenuhi kebutuhan mereka pasca-penawanan, dan mengarah pada pembuatan profil militan ISIS, yang menghubungkan tersangka pelaku dengan pelanggaran spesifik terhadap hukum internasional. Kesaksian-kesaksian ini memberikan wawasan unik mengenai pengalaman anak muda Yazidi yang selamat, dan ketika dianalisis dalam konteks agama, komunitas, dan regional yang lebih luas, memberikan kejelasan dalam langkah holistik selanjutnya. Para peneliti berharap dapat menyampaikan urgensi dalam membangun mekanisme keadilan transisi yang efektif bagi komunitas Yazidi, dan menyerukan kepada aktor-aktor tertentu, serta komunitas internasional untuk memanfaatkan yurisdiksi universal dan mendorong pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC) sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menegakkan keadilan transisi. cara yang tidak menghukum untuk menghormati pengalaman Yazidi, sekaligus menghormati pengalaman anak-anak.

Share